TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA
ARSIP TAHUN : 2020
31 Mei

Tata Cara Penyelesaian Perkara Perdata


Silakan pilih Jenis Pekara yang anda inginkan :

GUGATAN

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar  panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.

Penggugat yang tidak bisa menulis dapat me ngajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

KOMPETENSI RELATIF  (pasal 118 (1) HIR)

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:

Dimana tergugat bertempat tinggal.

Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).

Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri.

Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.

Penggugat atau salah satu dari penggugat ber tempat tinggal dalam hal:

tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.

tergugat tidak dikenal.

Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak.

(Ketentuan HIR dalam hat ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak).

Dalam hal ada pilihan domisili secara teI1!llis dalam akta, jika penggugat menghendaki, di tempat domisili yang dipilih itu.

Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewe nang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang.

(Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus di ajukan pada permulaan sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

 

 

KUASA/WAKIL

Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun pemohon, seseorang harus memenuhi syarat- syarat:

Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang ber perkara/pemohon didalam persidangan secara lisan.

Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.

Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah di izinkan untuk bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.

Permohonan banding atau kasasi yang diaju kan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang bersang kutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi.

Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas.

Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah:

  • Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah.
  • Jaksa.
  • Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang di­angkat/ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan.

   Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditun juk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.

PERKARA GUGUR

Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau ku asanya yang sah datang, maka gugatan digugur kan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gu gatan tersebut sekali lagi dengan membayar  panjar biaya perkara lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.

Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.

Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkara nya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

PUTUSAN VERSTEK

Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang, maka perkara akan diputus verstek.

Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi'jlka ia mengajukan jawaban tertulis beru pa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.

TANGKISAN/EKSEPSI

Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.

Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:

Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).

Dalam pokok perkara..... (pertimbangan lengkap).

PENCABUTAN SURAT GUGATAN

Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pen cabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

PERUBAHAN/PENAMBAHAN GUGATAN

Pembahan dan/atau penambahan gugatan diper kenankan, asal diajukan pada hari sidang perta ma dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.

Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak terse but. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

PERDAMAIAN

Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan mes kipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).

Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebe lum Hakim menjatuhkan putusan yang meng hukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.

Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sa ma dengan putusan Hakim yang berkuatan hu kum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, ekse kusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).

Khusus untuk gugat cerai:

Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus datang sendiri.

Apabila usaha perdamaian berhasil, gugat an harus dicabut. Sehubungan dengan per damaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian.

Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.

PENGGUGAT/TERGUGAT MENINGGAL DUNIA

Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN

Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibeban kan kepada pemohon dan dianggap sebagai per sekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasa nya pihak yang dikalahkan.

Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, ke cuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim me mang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

PENGGABUNGAN PERKARA

Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang diga bungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya.

Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan ada nya putusan-putusan yang saling bertentangan.

PERLAWANAN

PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

Pasal 129 HIR/153 Rbg memberi kemungkinan bagi tergugat/para tergugat, yang dihukum dengan verstek untuk mengajukan verzet atau perlawanan.

Kedua perkara tersebut dijadikan satu dan diberi satu nomor.

Sedapat mungkin perkara tersebut dipegang oleh Majelis Hakim yang sama. yaitu yang telah menjatuhkan putusan verstek.

Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pembuktiannya agar meng acu pada SEMA No.9 Tahun 1964.

PERLAWANAN TEREKSEKUSI TERHADAP SITA EKSEKUSI

Perlawanan tereksekusi terhadap sita eksekusi barang bergerak dan barang yang tidak bererak, diatur dalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg.

Perlawanan ini pada azasnya tidak menang guhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Namun, eksekusi harus ditangguhkan, apa bila segera nampak, bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, paling tidak sampai dija tuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri.

Terhadap putusan dalam perkara ini, permohonan banding diperkenankan.

PERLAWANAN PIHAK KETIGA TERHADAP SITA CONSERVATOIR, SITA REVINDICATOIR, DAN SITA EKSEKUSI

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir, dan sita eksekusi, hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita (pasal 195 (6) HIR, pasal 206 (6) RBg).

Jelaslah bahwa penyewa, pemegang hipotik atau credietverband, pemegang hak pakai atas tanah, tidak dibenarkan untuk mengajukan per lawanan semacam ini.

Pemegang hipotik atau credietverband, apabila tanah/tanah dan rumah yang dijaminkan kepa danya itu disita, berdasarkan klausula yang selalu terdapat dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturya langsung dapat minta ekse kusi kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Ke pala PUPN.

Pemegang gadai tanah, yang kedudukannya sama dengan pemilik tanah, sebelum adanya Perpu No. 56 Tabun 1960, dapat mengajukan perla wanan pihak ketiga. Sekarang, karena gadai tanah terbatas sampai paling lama 7 (tujuh) tahun, pemegang gadai tanah tidak dibenarkan untuk mengajukan perlawanan pihak ketiga lagi.

Agar pelawan berhasil, maka ia harus mem buktikan, bahwa barang yang disita itu ada lah miliknya. Apabila ia berhasil, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat.

Apabila pelawan tidak dapat membuktikan, bah wa ia adalah pemilik dari barang yang disita itu, pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan.

Dalam praktek banyak sekali diajukan perla wanan pihak ketiga oleh isteri atau suami dari tersita.

Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh isteri atau suami, dalam hal harta bersama yang disita, sudah barang tentu tidak dapat dibe­narkan oleh karena harta bersama selalu meru pakan jaminan untuk pembayaran hutang isteri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang memang harus ditanggung bersama.

Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau isteri, maka isteri atau sua mi bisa mengajukan perlawanan pihak ketiga dengan sukses, artinya ia dapat dinyatakan seba gai pelawan yang benar, kecuali:

Mereka yang menikah berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat per janjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan.

Suami atau isteri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian hutang, sehingga ia ikut bertanggungjawab.

Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan oleh karenanya pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi.

Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan tersebut segera nampak, bahwa benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas terbukti, bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan. Apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama pelawan, harap hati-hati, karena mungkin saja tanah atau mobil itu diperoleh, oleh pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan itu tidak syah.

Sehubungan dengan diajukannya perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Laporan tersebut diperlukan oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenal diteruskannya atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpin olehnya.

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg atau RV, namun dalam praktek menurut yurisprudensi, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga se laku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum di syahkan. (putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962, No. 306K/Sip/1962. Rangkuman Yurisprudensi II halaman 270).

EKSEKUSI

Pengumuman lelang dilakukan melalui harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan daerah dimana tanah itu terletak (Perhatikan pasal 195 HIR / pasal 206 RBg dan  pasal 217 RBg).

Lelang atau penjualan umum dilakukan berda sarkan Peraturan Lelang, Lembaran Negara Tahun 1908 No.189, yang bersambung dengan Lembaran Negara tahun 1940 No. 56.

Lelang atau penjualan umum dilakukan dengan cara penawaran tertulis. Surat penawaran harus dimasukkan kedalam kotak yang telah disedia kan ditempat lelang atau diserahkan oleh calon peserta lelang sendiri kepada Pejabat lelang dari kantor lelang. Surat penawaran harus tertulis dalam bahasa Indonesia dengan angka atau hu ruf latin yang jelas dan lengkap dan ditanda tangani oleh penawar. Surat penawaran tersebut setelah memenuhi syarat disahkan oleh pejabat lelang.

Penawar tidak boleh mengajukan surat penawar an lebih dari satu kali untuk satu bidang tanah, bangunan atau barang tertentu.

Orang yang telah menandatangani surat pe nawaran tersebut diatas, bertanggungjawab sepenuhnya secara pribadi atas pembayaran uang pembelian lelang, seandainya dalam penawaran itu, ia bertindak sebagai kuasa seseorang, per usahaan atau badan hukum.

Pada umumnya, untuk dapat turut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan menye tor uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh pejabat lelang, uang mana akan diperhitung kan dengan harga pembelian, jika penawar yang bersangkutan ditunjuk selaku pembeli.

Untuk menjaga agar tercapai maksud dan tuju annya, maka sebelum lelang dilaksanakan, ter lebih dahulu kreditur dan debitur dipanggil oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk mencari jalan keluar, misalnya debitur diberi waktu selama 2 bulan untuk mencari pembeli yang mau membeli tanah tersebut. Apabila hal itu terjadi, pembayaran harus dilakukan didepan Ketua Pengadilan Negeri. Setelah itu pembeli, kreditur dan debitur menghadap PPAT untuk membuat akte jual belinya, untuk selanjutnya dilakukan balik nama tanah tersebut atas nama pembeli. Hipotik yang membebani tanah tersebut akan di­perintahkan agar diroya.

Apabila setelah waktu 2 bulan lampau, debitur tidak berhasil mendapatkan pembeli, maka ekse kusi dilanjutkan. Kreditur dan debitur, di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, menentukan harga limit dari tanah yang akan dilelang.

Apabila selama 1 bulan tidak ada penawaran, maka penjualan umum diumumkan lagi satu kali dalam harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan tanah yang akan dilelang. Jika pelelangan dengan harga limit ti dak tercapai, maka kreditur akan memperoleh tanah tersebut dengan harga limit itu. Hutang dibayar dan hipotik yang membebani tanah tersebut diroya.

Apabila penawaran tertinggi tidak mencapai harga limit yang ditentukan oleh penjualan, maka jika dianggap perlu, seketika itu juga penjualan umum diubah dengan penawaran lisan dengan harga naik-naik.

Penawar/pembeli dianggap sungguh-sungguh telah mengetahui apa yang telah ditawar/dibeli olehnya. Apabila terdapat kekurangan atau ke rusakan, baik yang terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya terhadap barang yang telah dibelinya itu, maka ia tidak berhak untuk menolak menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan melepaskan semua hak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga.

Barang yang terjual, pada saat itu juga, menjadi hak dan tanggungan pembeli dan apabila barang itu berupa tanah dan rumah, pembeli harus segera mengurus/membalik nama hak tersebut atas namanya.

Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang yang telah dibelinya itu sebelum uang pembelian dipenuhi/dilunasi seluruhnya, yaitu harga pokok, bea lelang dan uang miskin. Kepada pembeli lelang diserahkan tanda terima pembayaran.

Apabila yang dilelang itu adalah tanah/tanah dan rumah yang sedang ditempati/dikuasai oleh tersita/lelang, maka dengan menunjuk kepada ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 ayat (10) dan ayat (11) HIR atau pasal 218 Rbg, apabila terlelang tidak bersedia untuk menyerahkan tanah/tanah dan rumah itu secara kosong, maka terlelang, beserta keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa, apabila perlu, dengan bantuan yang berwajib, dari tanah/tanah dan rumah ter sebut berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemenang lelang.

Ketentuan yang sama berlaku bagi pembeli lelang, yang telah membeli tanah/tanah dan rumnah dari pelelangan yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara (PUPN). Perhatikan pasal 11 ayat (11) Undang-undang No. 49 tahun 1960, LN 1960 No. 156, TLN No. 2014, yo TLN No. 2104, yang berbunyi:

"Jika orang yang disita menolak untuk mening galkan barang tak bergerak tersebut, maka Hakim Pengadilan Negeri mengeluarkan perin tah tertulis kepada seorang yang berhak melak sanakan surat jurusita untuk berusaha agar su paya barang tersebut ditinggalkan dan diko songkan oleh yang disita dengan sekeluarganya serta barang-barang miliknya dengan bantuan Panitera Pengadilan Negeri lain yang ditunjuk oleh Hakim jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara".

Jadi Kepala Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara akan minta bantuan kepada Ketua Pe ngadilan Negeri dimana barang tersebut terle tak dan pengosongan dilakukan atas perintah dan dibawah Pimpinan Ketua Pengadilan Nege ri itu.

Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 198, 199,227 (3) HIR atau pasal 213, 214 dan pasal 261 (2) RBg. Dari pasal-pasal tersebut jelaslah pula, bahwa penyewa, pembeli, orang yang mendapat hibah, yang memperoleh tanah/tanah dan rumah tersebut, setelah tanah/tanah dan rumah tersebut disita dan sita itu telah didaftarkan sesuai ketentuan dalam pasal tersebut di atas ini, juga termasuk orang-orang yang akan dikeluarkan secara paksa dari tanah/tanah dan rumah tersebut.

Mereka yang menyewa, menerima sebagai ja miman, membeli atau memperoleh tanah/ tanah dan rumah tersebut sebelum dilakukan penyita an, baik sita jaminan atau sita eksekutorial se perti tersebut dalam pasal-pasal tersebut diatas ini, tidak terkena sanksi termaksud. Untuk me ngeluarkan mereka, pembeli lelang harus menempuh jalan damai dengan mereka, atau meng ajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri mela lui prosedur biasa.          

Hipotik atau credietverband yang tidak di daf tarkan dikantor pertanahan setelah tanah terse but disita, baik sita jaminan maupun sita ekse kusi, sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 198, 199,227 (3) HIR atau pasal 213, 214, dan 261 (2) RBg, tidak berkekuatan hukum.

Suatu pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan.

Dalam hal telah terdapat kecurangan atau pe lelangan telah dilaksanakan secara ceroboh dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, pelelangan tersebut dapat dibatalkan melalui suatu gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri.